ALUMNI SEMINARI LALIAN - JAKARTA DAN SEKITARNYA

Salam jumpa untuk semua alumni Seminari Lalian. Pengalaman hidup selama masa pendidikan dan pembinaan di Seminari Lalian telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sukses hidup kita masa sekarang. Pendidikan dan pembinaan di sana memiliki kontribusi yang penting dalam garis sukses kehidupan kita sekarang. Blog ini menjadi ajang sharing pengalaman gagal dan sukses sekaligus ajang peduli almamater. Karena itu partisipasi dan sumbangan pikiran lewat blog ini penting untuk terus menunjang almamater kita. silahkan join blog ini atau kirimkan sharing dan tulisanmu ke blog ini lewat email: smnrlalian@gmail.com


Kamis, 22 September 2011

OLEH-OLEH PAK SIRILUS BELEN DARI TRAINING MIND MAPPING DI LALIAN



Sekian tahun berlalu dan janji kami untuk menatar para guru Seminari Lalian, Timor, NTT akhirnya terpenuhi. Selama 7 tahun (1962 - 1969) kami menjalani pembentukan kepribadian di seminari ini. Tapi, apa balas jasa kami kepada alma mater ini? Nasib Lalian seperti ibu pengasuh yang makin lama makin keriput sedangkan anak-anak asuhnya, para alumni telah melanglang buana, semakin hari semakin besar. Dan, ibunya di kampung semakin tua dan tak diperhatikan anak-anak yang telah lepas dari tangannya. Gedung komplex seminari ini sudah berusia 62 tahun, sejak didirikan Pater  Gabriel Manek SVD tahun 1950 yang kemudian menjadi uskup Larantuka dan uskup agung Ende. Gedung-gedung telah menua dan usang dimakan usia. Gedung yang sama, kamar tidur yang sama, bahkan meja dan kursi yang saya gunakan 40 tahun yang lalu masih tetap berada di sana. Melihat dapur, kamar makan, dan kamar tidur yang temboknya telah gosong mengingatkan kami akan gedung London School of Economics (LSE) di London. Gedung bolehlah tetap tua karena gedung yang baru dan megah tidak otomatis meningkatkan mutu pendidikan. Yang penting adalah kualitas orang-orang yang menempati gedung itu. Gagasan ini membuat kami terfokus untuk membantu meningkatkan mutu proses belajar-mengajar di seminari ini. Romo Ati Bere Pr, Praeses seminari ini dalam pembukaan singkat workshop ini mengutip sebuah nats kitab suci yang kira-kira berbunyi sbb: "Kamu telah mendapatkannya dengan cuma-cuma, sekarang kamu harus memberi dengan cuma-cuma." Kata-kata ini sungguh menusuk hati yang tak tahu diri, yang lupa membalas jasa. Betapa pun para alumni seminari ini menyumbang  bermilyar-milyar rupiah, jasa seminari ini tak akan terbalaskan. Hutang budi tak akan lunas terbayar. Waktu kami melihat dapur tua spontan kami mengatakan kondisi dapur ini masih sama dengan kondisi 40 tahun yang lalu, tetap gosong. Lalu, Romo Yustus menanggapi, selama dapur ini masih berasap, seminari ini akan tetapmenghasilkan calon-calon imam. Perkenankan melihat foto-foto workshop contextual teaching & learning selama 3 hari pada file yang dilampirkan pada attach. Semoga bermanfaat.


Terima kasih,

S Belen



Tidak ada komentar:

Posting Komentar